IMPLEMENTASI
TOTAL QUALITY MANAGEMENT DALAM PENDIDIKAN : PENYUSUNAN PERENCANAAN
STRATEGIS MUTU PENDIDIKAN
(PROSES DAN TAHAPAN)
OLEH :
(PROSES DAN TAHAPAN)
OLEH :
Muhammad Saleh Sukiman, M.Pd.
A. Pendahuluan
Dewasa ini perkembangan pemikiran manajemen sekolah mengarah
pada sistem manajemen yang disebut TQM (Total Quality Management) atau
Manajemen Mutu Terpadu. Pada prinsipnya sistem manajemen ini adalah pengawasan
menyeluruh dari seluruh anggota organisasi (warga sekolah) terhadap kegiatan
sekolah. Penerapan TQM berarti semua warga sekolah bertanggung jawab atas
kualitas pendidikan.
Sebelum hal itu tercapai, maka semua pihak yang terlibat dalam proses akademis, mulai dari komite sekolah, kepala sekolah, kepala tata usaha, guru, siswa sampai dengan karyawan harus benar-benar mengerti hakekat dan tujuan pendidikan ini. Dengan kata lain, setiap individu yang terlibat harus memahami apa tujuan penyelenggaraan pendidikan. Tanpa pemahaman yang menyeluruh dari individu yang terlibat, tidak mungkin akan diterapkan TQM.
Dalam ajaran TQM, lembaga pendidikan (sekolah) harus
menempatkan siswa sebagai “klien” atau dalam istilah perusahaan sebagai
“stakeholders” yang terbesar, maka suara siswa harus disertakan dalam setiap
pengambilan keputusan strategis langkah organisasi sekolah. Tanpa suasana yang
demokratis manajemen tidak mampu menerapkan TQM, yang terjadi adalah kualitas
pendidikan didominasi oleh pihak-pihak tertentu yang seringkali memiliki
kepentingan yang bersimpangan dengan hakekat pendidikan.
Penerapan TQM berarti pula adanya kebebasan untuk
berpendapat. Kebebasan berpendapat akan menciptakan iklim yang dialogis antara
siswa dengan guru, antara siswa dengan kepala sekolah, antara guru dan kepala
sekolah, singkatnya adalah kebebasan berpendapat dan keterbukaan antara seluruh
warga sekolah.
Selain kebebasan berpendapat juga harus ada kebebasan
informasi. Harus ada informasi yang jelas mengenai arah organisasi sekolah,
baik secara internal organisasi maupun secara nasional. Secara internal,
manajemen harus menyediakan informasi seluas-luasnya bagi warga sekolah.
Termasuk dalam hal arah organisasi adalah program-program, serta kondisi
finansial.
Singkatnya, TQM adalah sistem menajemen yang menjunjung
tinggi efisiensi. Sistem manajemen ini sangat meminimalkan proses birokrasi.
Sistem sekolah yang birokratis akan menghambat potensi perkembangan sekolah itu
sendiri.
Dengan demikian, penulis berusaha membahas tentang Implementasi
Total Quality Managemen dalam pendidikan : penyusunan perencanaan strategis
mutu pendidikan (proses dan tahapan).
B. Rumusan Masalah
Dalam
hal ini penulis berusaha membatasi pembahasan sebagai berikut :
1. Pengertian MMT (TQM)
2. Proses perencanaan MMT (TQM) dalam
pendidikan
3. Tahapan penerapan MMT (TQM) dalam
pendidikan
4. Manfaat penerapan MMT (TQM) dalam
pendidikan
C. Pembahasan
1. Pengertian MMT (TQM)
Manajemen Mutu Terpadu adalah manejemen fungsional dengan
pendekatan yang secara terus-menerus difokuskan pada peningkatan kualitas, agar
produknya sesuai dengan standar kualitas dari masyarakat yang dilayani dalam
pelaksanaan tugas pelayanan umum (public service) dan pembangunan masyarakat
(community development).[1]
Dalam pengertian yang lain total quality management
merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan
berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi.
[2]
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa total
quality management merupakan suatu konsep manajemen modern yang berusaha
untuk merespons secara tepat terhadap setiap perubahan yang ada, baik yang
didorong oleh kekuatan eksternal maupun internal.
2. Proses Perencanaan MMT (TQM) dalam
pendidikan.
Dalam penerapan total quality management pada
pendidikan ada beberapa perencanaan yang harus diperhatikan sebagai berikut :
a. Kepemimpinan dan komitmen terhadap
mutu harus datang dari atas.
Pemimpin
sekolah harus menunjukkan komitmen yang kuat dan selalu memotivasi wakil kepala
sekolah dan supervisor lainnya agar selalu berupaya keras dan serius.
b. Menggembirakan pelanggan adalah
tujuan TQM.
Hal
ini dicapai dengan usaha yang terus-menerus untuk memenuhi kebutuhan pelanggan,
baik eksternal maupun internal. Kebutuhan pelanggan dapat diketahui dengan
mengidentifikasi pandangan-pandangan mereka. Ada beberapa metode untuk
melakukan hal tersebut dengan kuesioner atau dengan berbincang-bincang langsung
dengan masyarakat.
c. Menunjuk fasilitator mutu.
Terlepas
dari posisi individualnya dalam hirarki birokrasi, fasilitator mutu harus
menyampaikan perkembangan mutu langsung kepada kepala sekolah. Tanggungjawab
fasilitator adalah mempublikasikan program dan memimpin kelompok pengendali
mutu dalam mengembangkan program mutu.
d. Membentuk kelompok pengendali mutu.
Kelompok
ini harus merepresentasikan perhatian-perhatian kunci dan merupakan
representasi dari tim manajemen senior. Perannya adalah untuk mengarahkan dan
mendorong proses peningkatan mutu. Ia adalah pengembangan ide sekaligus inisiator
proyek.
e. Menunjuk koordinator mutu.
Dalam
setiap inisiatif dibutuhkan orang-orang yang memiliki waktu untuk melatih dan
menasehati orang-orang lain. Koordinator mutu tidak mengerjakan seluruh proyek
mutu. Perannya adalah untuk membantu dan membimbing tim dalam menemukan cara
baru dalam menangani dan memecahkan masalah.
f.
Mengadakan
seminar manajemen senior untuk mengevaluasi program.
Manajemen
senior akan sulit untuk terlibat dalam proses, kecuali jika mereka mendapatkan
informasi yang cukup, baik dalam hal falsafah dan metode peningkatan mutu
institusi. Sehingga tim menejemen senior harus mampu menurunkan pesan mutu ke
tingkat bawah.
g. Menganalisa dan mendiagnosis situasi
yang ada.
Proses
perencanaan ini tidak bisa diremehkan karena ia sangat menentukan seluruh
proses mutu. Seluruh institusi perlu menjelaskan tentang di mana posisinya dan
kemana arah yang hendak dituju.
h. Menggunakan contoh-contoh yang sudah
berkembang di tempat lain.
Ini
bisa berupa adaptasi dari salah satu “guru” mutu, atau seorang tokoh pendidikan
khusus atau mengadaptasi pola TQM yang diadopsi oleh institusi-institusi lain.
i.
Mempekerjakan
konsultan eksternal.
Konsultan
dapat digunakan dengan salah satu empat metode utama, pertama mereka
dapat memberikan nasehat awal dan memberi petunjuk serta “merubah” tim
manajemen senior. Kedua, adalah melatih. Ketiga, konsultan bisa
menjadi kritikus hebat ketika mereka diajak untuk mempertanyakan
kebijakan-kebijakan institusi. Keempat, konsultan bisa bermanfaat dalam
menyusun audit formal, penilaian dan evaluasi.
j.
Memprakarsai
pelatihan mutu bagi para staf.
Pelatihan
adalah tahap implementasi awal yang sangat penting agar staf mengetahui
dasar-dasar TQM, karena mereka membutuhkan pengetahuan tentang beberapa alat
kunci yang mencakup tim kerja, metode evaluasi, pemecahan masalah, dan teknik
membuat keputusan. Untuk memperlancar program pelatihan, seorang manajemen
senior harus terlibat langsung didalamnya.
k. Mengkomunikasikan pesan mutu.
Strategi,
relevansi dan keuntungan TQM harus dikomunikasikan secara efektif. Di sana
dapat terjadi banyak kesalah-pahaman tentang tujuan mutu. Program jangka
panjang harus dirancang secara jelas, atau memperjelas alasan penentuan
program. Pengembangan staf, pelatihan dan pembangunan tim adalah sebagian dari
cara yang efektif untuk mencapai program jangka panjang tersebut.
l.
Mengukur biaya
mutu.
Pengukuran
biaya mutu harus dilakukan untuk menyoroti upaya peningkatan mutu dan
memberikan motivasi agar institusi terus berpegang pada program yang telah
ditetapkan.
m. Mengaplikasikan alat dan teknik mutu
melalui pengembangan kelompok kerja yang efektif.
Pendekatan
ini memfokuskan diri pada pencapaian kesuksesan awal. Ia berfokus pada sesuatu
yang harus ditingkatkan oleh institusi serta menyeleksi alat-alat yang tepat
untuk menanganinya. Mengawali proses TQM dengan menangani masalah yang ada,
dapat menghindarkan TQM dari kelumpuhan.
n. Mengevaluasi program dalam interval
yang teratur.
Review
dan evaluasi teratur harus menjadi bagian yang integral dalam program.[3]
Dilihat dari pemaparan di atas, setiap kali akan menjalankan
suatu proses TQM dalam sebuah lembaga, ada beberapa persyaratan yang harus
diperhatikan, seperti :
a. Komitmen dari manajemen puncak.
b. Komitmen atas sumber daya yang
dibutuhkan.
c. Organization-Wide Steering
Committee.
Dengan diterapkannya persyaratan dalam implementasi TQM,
diharapkan bisa sesuai dengan apa yang diharapkan.
3. Tahapan Penerapan MMT (TQM) dalam
pendidikan.
Prosedur dalam mengimplementasikan TQM pada dasarnya
menempuh tiga tahapan sebagai berikut :
a). Persiapan.
Tahapan persiapan adalah aktivitas pertama dan utama yang
harus dilakukan sebelum TQM dikembangkan dan dilaksanakan. Beberapa langkah
yang harus dilakukan adalah : membentuk tim, melaksanakan pelatihan TQM bagi
tim. Merumuskan model atau sistem yang akan dikembangkan sebagai nama
implementasi TQM, membuat kebijakan berkaitan dengan komitmen anggota
organisasi untuk mendukung TQM, mengkomunikasikan kepada semua anggota
organisasi berkaitan dengan adanya perubahan, melakukan analisis faktor
pendukung dan penghambat organisasi, dan melakukan pengukuran terhadap kepuasan
pelanggan internal dan eksternal. Kesemua langkah-langkah tersebut harus
dilakukan secara sistematik dan sistematis dengan dukungan penuh pimpinan dan
anggotanya. Fleksibilitas dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi
masing-masing lembaga pendidikan. Oleh karena itu, dalam tahapan persiapan
memang memerlukan kemauan, perhatian, dan komitmen yang tinggi untuk mendukung
tahapan berikutnya.
b). Pengembangan sistem.
Berdasarkan tahapan persiapan, pengembangan sistem dapat
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : peninjauan dan pengembangan
model atau sistem yang ada melalui penyusunan dokumen sistem kualitas,
melakukan pelatihan dan sosialisasi prosedur dan petunjuk kerja kepada tim inti
maupun tim imbas secara tuntas, dan melakukan penyiapan akhir baik sumber daya
manusia maupun non manusianya secara cermat dan akurat dalam rangka memasuki
tahapan implementasi sistem kualitas.
c). Implementasi sistem.
Tahapan implementasi sistem menunjuk pada langkah-langkah
sebagai berikut : melaksanakan uji joba sistem jaminan kualitas dalam lingkup
tertentu berdasarkan siklus PDCA (Plan, Do, Check, and Adjust), anggota
tim menginformasikan kepada pimpinan maupun steering commits berkaitan
dengan uji coba sistem jaminan kualitas yang telah dilaksanakan secara rinci,
tim mengumpulkan data dan informasi dari pelanggan (baik pelanggan internal
maupun eksternal), melakukan tindakan koreksi dan pencegahan sesuai dengan
harapan pelanggan, dan mendiskusikan/ melaksanakan rapat pimpinan dan pelaksana
sistem jaminan kualitas berkaitan dengan seluruh program yang ada untuk
menghasilkan atau membuat modikasi proses yang diharapkan secara terus menerus
dan berkesinambungan. Kesemua tahapan tersebut harus dilakukan secara terus
menerus dan berkesinambungan. Apabila salah satu tahapan maupun langkah
bermasalah, hal tersebut akan berdampak pada tahapan maupun langkah berikutnya.
Oleh karena itu, setiap ada masalah harus segera dicarikan solusi pemecahannya
hingga tuntas.
Keberhasilan lembaga pendidikan sebagai organisasi dalam
mencapai prestasi yang membanggakan tidaklah diperoleh dengan begitu saja,
tetapi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor pendukungnya. Factor-faktor yang
dimaksud adalah sebagai berikut :
a). Kehendak atau izin dari-Nya.
Allah SWT memiliki kekuasaan yang Maha Kuasa atas segala
alam dan jagat raya ini, sehingga semua yang terjadi di dunia ini adalah karena
kehendak-Nya. Oleh karena itu, keberhasilan organisasi harus diyakini sebagai
kehendak-Nya. Organisasi tidak akan mencapai keberhasilan yang diinginkannya
jika tidak karena mendapatkan izin dari-Nya.
b). Sumber daya manusia.
Sumber daya manusia yang dimaksudkan adalah orang-orang yang
terlibat atau terkait dengan penerapan sistem pada sebuah institusi. Mulai dari
unsur pimpinan sampai dengan seluruh para pekerja atau bawahan. Keberhasilan
lembaga pendidikan mencapai prestasi juga ditentukan oleh pemimpin dengan
segala aspek kepemimpinannya.
c). Sumber daya non manusia.
Sumber daya non manusia juga menjadi faktor penentu
organisasi dalam mencapai keberhasilan dibidang kualitas. Sumber daya manusia
yang dimaksudkan berupa sarana dan prasarana yang digunakan oleh sumber daya
manusia yang ada dalam melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan organisasi.
Melalui penggunaan sarana dan prasarana yang ada, semua aktivitas organisasi
dapat ditopang secara lebih optimal.[5]
4. Manfaat Penerapan MMT (TQM) dalam
pendidikan.
Ada beberapa manfaat positif yang diperoleh jika lembaga
pendidikan mampu mengimplementasikan TQM secara baik di masa mendatang.
Beberapa manfaat yang dimaksudkan, antara lain :
a). Pelaksanaan perubahan/mutasi pegawai
tidak mengganggu aktivitas utama lembaga pendidikan.
b). Keluhan dari pelanggan internal
maupun eksternal dapat dieliminasi sekecil mungkin.
c). Pemanfaatan sumber daya yang
dimiliki dan ada di lembaga lebih optimal.
d). Pelaksanaan aktivitas utama lebih
efisien dan efektif.
e). Memperoleh pengakuan dari pihak lain
(dalam negeri maupun luar negeri) terhadap eksistensi lembaga pendidikan.
f). Dapat menjadi model untuk
mengembangkan lembaga pendidikan lainnya (yang belum mengimplementasikan TQM di
Indonesia bahkan di asia).
g). Hubungan antar lembaga pendidikan
dengan stakeholders menjadi lebih baik.
D. Kesimpulan
Dari
pemaparan di atas dapai disimpulkan bahwa :
1. Dalam mempersiapkan sebuah proses
dalam penerapan TQM pada pendidikan terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan sesuai dengan apa yang telah di jelaskan di atas, karena hal itu
merupakan persyaratan dalam mengaplikasikan manajemen dalam dunia pendidikan.
2. Pada pemaparan tahapan implementasi
TQM dalam pendidikan dapat disimpulkan bahwa setiap langkah yang diambil oleh
seorang pemimpin dalam menjalankan tahapan TQM tersebut harus didukung oleh
semua aspek, baik itu dari internal maupun eksternal.
Daftar Pustaka
Hadari Nawari, dalam Implementasi
Manajemen Mutu Terpadu (TQM) Di Bidang Pendidikan, (Online) (http://smkn2tanjungpinang.blogspot.com/2009/07/implementasi-manajemen-mutu-terpadu-tqm.html, diakses tanggal 9 Juni 2011).
Penerapan
TQM dalam Pendidikan, (Online) (http://pernikmagazine.wordpress.com/category/pendidikan/penerapan-tqm-dalam-dunia-pendidikan/, diakses tanggal 9 Juni 2011)
Edward
Sallis, 2010, Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan, IRCiSod, Jogjakarta.
Fandy
Tjiptono dan Anastasia Diana, 2003, Total Quality Managemen (TQM), ANDI OFFSET,
Yogyakarta.
[1]
Hadari Nawari, dalam Implementasi Manajemen Mutu Terpadu (TQM) Di Bidang
Pendidikan, (Online) (http://smkn2tanjungpinang.blogspot.com/2009/07/implementasi-manajemen-mutu-terpadu-tqm.html, diakses tanggal 9 Juni 2011).
[2]
Penerapan TQM dalam Pendidikan, (Online) (http://pernikmagazine.wordpress.com/category/pendidikan/penerapan-tqm-dalam-dunia-pendidikan/, diakses tanggal 9 Juni 2011)
[4]
Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, 2003, Total Quality Managemen (TQM), ANDI
OFFSET, Yogyakarta, 332 – 333.
[5]
Penerapan TQM dalam Pendidikan,
(Online) (http://pernikmagazine.wordpress.com/category/pendidikan/penerapan-tqm-dalam-dunia-pendidikan/, diakses tanggal 9 Juni 2011
TOTAL
QUALITY MANAJEMEN DI SEKOLAH
A.
Penerapan Total Quality Management (TQM) di sekolah
Inti dari TQM adalah mutu, Hasibuan (2000:221) mengatakan yang dimaksud
dengan Mutu adalah (a) disesuaikan dengan permintaan; (b) sistemnya
adalah pencegahan sejak awal dikerjakan dengan benar; (c) standartnya adalah
harus tidak cacat/harus tidak ada kesalahan; (d) ukurannya adalah biaya untuk
mencapai kualitas. Sedangkan TQM diartikan sebagai perpaduan semua fungsi
dari perusahaan ke dalam falsafah holistik yang dibangun berdasarkan konsep
kualitas, teamwork, produktivitas, dan kepuasan pelanggan (Ishikawa,1993).
Difinisi lainnya menyatakan TQM merupakan sistem manajemen yang mengangkat
kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan
melibatkan seluruh anggota organisasi (Santosa, 1992).
Jadi dapat disimpulkan bahwa dasar pemikiran perlunya TQM sangatlah sederhana,
yakni bahwa cara terbaik agar dapat bersaing dan unggul dalam persaingan global
adalah dengan menghasilkan kualitas yang terbaik. Untuk menghasilkan
kualitas terbaik diperlukan upaya perbaikan yang berkesinambungan
terhadap kemampuan manusia, proses dan lingkungan. Dalam hal ini TQM
berusaha menciptakan suatu sistem organisasi yang dapat mengantisipasi
perubahan-perubahan pada lingkungan eksternal yang mempengaruhi harapan-harapan
serta kebutuhan-kebutuhan pelanggan.
Penulis makalah terlampir mengemukakan empat prinsip utama dalam MMT yaitu (a)
Kepuasan Pelanggang; (b) Respek terhadap setiap orang; (c) Manajemen
berdasarkan fakta; dan (d) Perbaikan berkesinambungan. Disini saya akan
mengelaborasi prinsip-prinsip tersebut diatas sebagai berikut :
1. Kepuasan
Pelanggan, dalam MMT konsep mengenai mutu dan pelanggan diperluas.
Mutu tidak lagi hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasi-spesifikasi
tertentu, tetapi mutu tersebut ditentukan oleh pelanggan (internal dan
eksternal). Kebutuhan pelanggan diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek,
termasuk didalam harga, keamanan, dan ketepatan waktu. Oleh karena itu segala
aktivitas perusahaan harus dikoordinasikan untuk memuaskan pelanggan.
2. Respek terhadap
setiap orang, pada perusahaan yang mutunya kelas dunia, setiap
karyawan dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan kreativitas
tersendiri yang unik. Dengan demikian karyawan adalah merupakan sumber daya
organisasi yang paling berharga. Oleh karena itu setiap orang dalam organisasi
diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan
berpartisipasi dalam tim pengambil keputusan.
3. Manajemen
berdasarkan fakta, perusahaan kelas dunia berorientasi
pada fakta. Maksudnya bahwa setiap keputusan selalu didasarkan pada data, bukan
sekedar pada perasaan saja.
4. Perbaikan
berkesinambungan, agar dapat sukses, setiap perusahaan
perlu melakukan proses secara sistematis dalam melaksanakan perbaikan
berkesinambungan. Konsep yang berlaku disini adalah siklus PDCA
(Plan-Do-Check-Act), yang terdiri dari langkah-langkah perencanaan, pelaksanaan
rencana, pemeriksaan hasil pelaksanaan rencana, dan tindakan korektif terhadap
hasil yang diperoleh.
Proses penyelenggaraan pendidikan tidak
dapat dilepaskan dari profesionalisasi pengelola pendidikan dalam
melaksanakan tugasnya. Pidarta (2000:286) mengatakan bahwa penyelenggara
pendidikan adalah mereka yang menduduki jabatan struktural, seperti kepala
sekolah, ketua jurusan, ketua, dan rektor. Pejabat struktural di kantor-kantor
dalam lingkungan pendidikan juga dapat disebut penyelenggara pendidikan,
walaupun hanya menangani aturan dan kebijakan, sebab kedua hal ini mempengaruhi
bahkan hal-hal tertentu menentukan pelaksanaan di sekolah.
Tanggung jawab manajer sekolah (”kepala sekolah”) dalam kebijakan mutu tidak
lain adalah bagaimana mereka menetapkan dan mendokumentasikan kebijakan
untuk mutu, termasuk sasaran mutu dan janjinya terhadap mutu lulusan. Kebijakan
mutu harus relevan dengan tujuan organisasi sekolah dan harapan serta
kebutuhan pelanggan (”siswa, orangtua siswa, pemakai lulusan”). Sekolah harus
memastikan bahwa kebijakan mutu difahami, diterapkan dan dipelihara pada semua
tingkat dalam organisasi sekolah.
Penerapan Manajemen Mutu terpadu di sekolah tidak terlepas bagaimana upaya
kepala sekolah mampu mengendalikan mutu pengelolaan sekolah tersebut secara
terpadu. Pengendalian mutu terpadu merupakan suatu sistem yang paling efektif
untuk mengintegrasikan usaha-usaha pengembangan kualitas, pemeliharaan
kualitas, dan perbaikan kualitas dari berbagai level organisasi sehingga
meningkatkan produktivitas (Hasibuan, 2000:219). Dari pernyataan tersebut
tersirat bahwa seharusnyalah seorang Kepala sekolah harus dapat
melaksanakan pengendalian mutu secara terpadu agar terjadi peningkatan
hasil yang lebih baik dan efektif. Pertanyaannya adalah bagaimana menjalankan
pengendalian mutu tersebut, Hasibuan (2000:220) mengatakan bahwa dasar utama
menjalankannya adalah mentalitas, kecakapan, dan manajemen partisipatif
dengan sikap mental yang mengutamakan kualitas kerja. Mentalitas adalah
kesediaan bekerja sungguh-sungguh, jujur, dan bertanggung
jawab melaksanakan pekerjaannya.
Untuk menerapkan TQM di sekolah diperlukan syarat-syarat sebagai berikut : (Hasibuan,
2000:223)
1. Seluruh SDM (”perangkat sekolah”)
yang turut serta dalam proses kegiatan (”pengelolaan sekolah”) harus mengerti
dan menghayati arti TQM, mampu, bermental baik, dan bertanggung jawab
sepenuhnya terhadap penyelesaian pekerjaannya.
2. TQM sebagai totalitas
pengendalian terhadap mutu produk (”lulusan”) secara bertahap dan merupakan
rangkaian suatu proses diharuskan agar setiap kelompok kerja (”guru”) bekerja
benar dalam rangkaian terpadu dari gugus kendali mutu tersebut.
3. Seluruh mata rantai dalam
subsistem harus mampu bekerja efisien dan efektif dengan didukung sikap mental
positif dari setiap individu anggotanya. Sikap mental positif adalah kesediaan
untuk bekerja produktif dalam spirit kerjasama yang kuat, untuk mencapai mutu
kerja yang tinggi.
4. Sarana, prasarana, dan Lingkungan
kerja harus mendukung pelaksanaan TQM. Setiap individu karyawan harus
mengetahui dan berpartisipasi dalam mengerjakan pekerjaan secara benar,
sehingga barang/jasa (”lulusan”) yang dihasilkan bermutu tinggi.
B.
Hambatan Penerapan TQM di Sekolah
Penerapan suatu sistem manajemen
selalu mengakibatkan terganggunya keseimbangan. Timbul dua pihak yang pro dan
kontra, menerima TQM dan menolak TQM. Penolakan TQM dikarenakan adanya
perubahan dalam manajemen. Yaitu menyangkut nilai-nilai yang sudah mapan. Jika
dibandingkan nilai-nilai budaya Indonesia dengan nilai-nilai TQM akan tampak
sebagai berikut: (Hasibuan, 2000:227)
Nilai-nilai Budaya Indonesia
:
Nilai-Nilai TQM :
1. asas kekeluargaan
1. Kerja sama
2. gotong
royong
2. total partisipasi
3. tut wuri
handayani
3. menghargai sesama
4. bhineka tunggal
ika
4. menghargai keunikan & kreativita
Mengapa orang enggan menerima perubahan
sistem manajemen?, hal ini karena menyangkut ketidak pastian hasil, kesulitan
melaksanakan, kebiasaan yang sudah ada, dan ancaman terhadap dirinya sendiri.
(hasibuan, 2000:227). Sehingga dapat dikatakan bahwa cara berfikir dan
bertindak yang dilakukan berulang akan menjadi kebiasaan yang sulit diubah
kecuali otak kita diinstal dengan program baru (”seperti software
komputer saja”).
Penelitian Usman (1996) menyimpulkan
bahwa pelaksanaan Pengembangan Sekolah Seutuhnya (PSS) di SMK mengalami
kegagalan karena kepala sekolahnya masih cenderung menampilkan gaya
kepemimpinan otoriter, hal ini karena lemahnya kemandirian sekolah
akibat pembinaan pemerintah yang masih sentralistik, Birokratik, formalistik,
konformistik, uniformistik dan mekanistik. Pembinaan yang
demikian ini tidak memberdayakan potensi sekolah. Akibatnya, setiap hierarki
yang berada di bawah kekuasaan bersikap masa bodoh, apatis, diam supaya aman,
menunggu perintah, tidak kreatif dan tidak inovatif, kurang berpartisipasi dan
kurang bertanggung jawab, membuat laporan asal bapak senang dan takut mengambil
resiko.
Kendala pelaksanaan program TQM datang
dari bawahan dan atasan, saya membatasi kendala hanya dari atasan yaitu kepala
sekolah. we can’t see a Good School without a Good Principle, kendala dari
atasan (”kepala sekolah”) menurut Hasibuan (2000:225) adalah (a) atasan tidak
mendukung gagasan TQM; (b) sangat sibuk, tidak ada waktu; (c) kurangnya
kewenangan yang dimiliki; (d) belum memahami secara jelas pengertian TQM, dan
(e) atasan menganut sentralisasi wewenang. Sedangkan hambatan dari pihak guru
biasanya tergantung bagaimana gaya kepemimpinan kepala sekolah, salah satu cara
menggerakkan guru dan staf lainnya untuk berpartisipasi dalam menjalankan TQM
adalah prinsip motivasi. Kepala sekolah harus mampu merangsang guru
termotivasi untuk mengerjakan tugasnya.
Hamzah B. Uno (2007:71) mendifinisikan motivasi
kerja sebagai salah satu faktor yang turut menentukan kinerja seseorang.
Besar atau kecilnya pengaruh motivasi pada kinerja seseorang tergantung pada
seberapa banyak intensitas motivasi yang diberikan. Jadi jika dikaitkan
dengan motivasi kerja seorang guru dalam mengajar biasanya tercermin dalam
berbagai kegiatan dan bahkan prestasi yang dicapai guru tersebut. Sedangkan motivasi
kerja guru menurut Hamzah B. Uno (2007) adalah suatu proses yang dilakukan
untuk menggerakkan guru agar perilaku mereka dapat diarahkan pada upaya-upaya
nyata untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Jadi penulis dapat menyimpulkan bahwa
untuk keberhasilan dalam penerapan TQM di sekolah kepala sekolah harus
menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan sekolah secara sederhana yaitu dengan
istilah ”KITA” (hanya pemikiran penulis saja), yaitu (a) Kebersamaan
:ciptakan prinsip-prinsip ”kebersamaan” didalam mengelola sekolah, oleh karena
itu setiap orang dalam organisasi sekolah diperlakukan dengan baik dan diberi
kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambil keputusan; (b)
Inovasi dan Kreativitas : hanya dengan Inovasi dan kreativitas
para pengelola sekolah maka sekolah akan tampil beda dari sekolah lain; (c) Transparansi
: perlu diciptakan iklim keterbukaan oleh kepala sekolah, karena hanya dengan
kejujuranlah bawahan akan termotivasi untuk bekerja; dan (d) Akuntabilitas
: apa yang telah dikerjakan oleh seorang pemimpin harus dipertanggung jawabkan
kepada pelanggan (”manusia”) dan kepada Sang Pencipta (Tuhan Yang Maha Kuasa).
0 komentar:
Posting Komentar