Minggu, 24 November 2013

IMPLEMENTASI TOTAL QUALITY MANAGEMENT DALAM PENDIDIKAN



IMPLEMENTASI TOTAL QUALITY MANAGEMENT DALAM PENDIDIKAN :  PENYUSUNAN PERENCANAAN STRATEGIS MUTU PENDIDIKAN
(PROSES DAN TAHAPAN)

OLEH :
Muhammad Saleh Sukiman, M.Pd.



A.  Pendahuluan
Dewasa ini perkembangan pemikiran manajemen sekolah mengarah pada sistem manajemen yang disebut TQM (Total Quality Management) atau Manajemen Mutu Terpadu. Pada prinsipnya sistem manajemen ini adalah pengawasan menyeluruh dari seluruh anggota organisasi (warga sekolah) terhadap kegiatan sekolah. Penerapan TQM berarti semua warga sekolah bertanggung jawab atas kualitas pendidikan.

Sebelum hal itu tercapai, maka semua pihak yang terlibat dalam proses akademis, mulai dari komite sekolah, kepala sekolah, kepala tata usaha, guru, siswa sampai dengan karyawan harus benar-benar mengerti hakekat dan tujuan pendidikan ini. Dengan kata lain, setiap individu yang terlibat harus memahami apa tujuan penyelenggaraan pendidikan. Tanpa pemahaman yang menyeluruh dari individu yang terlibat, tidak mungkin akan diterapkan TQM.
Dalam ajaran TQM, lembaga pendidikan (sekolah) harus menempatkan siswa sebagai “klien” atau dalam istilah perusahaan sebagai “stakeholders” yang terbesar, maka suara siswa harus disertakan dalam setiap pengambilan keputusan strategis langkah organisasi sekolah. Tanpa suasana yang demokratis manajemen tidak mampu menerapkan TQM, yang terjadi adalah kualitas pendidikan didominasi oleh pihak-pihak tertentu yang seringkali memiliki kepentingan yang bersimpangan dengan hakekat pendidikan.
Penerapan TQM berarti pula adanya kebebasan untuk berpendapat. Kebebasan berpendapat akan menciptakan iklim yang dialogis antara siswa dengan guru, antara siswa dengan kepala sekolah, antara guru dan kepala sekolah, singkatnya adalah kebebasan berpendapat dan keterbukaan antara seluruh warga sekolah.
Selain kebebasan berpendapat juga harus ada kebebasan informasi. Harus ada informasi yang jelas mengenai arah organisasi sekolah, baik secara internal organisasi maupun secara nasional. Secara internal, manajemen harus menyediakan informasi seluas-luasnya bagi warga sekolah. Termasuk dalam hal arah organisasi adalah program-program, serta kondisi finansial.
Singkatnya, TQM adalah sistem menajemen yang menjunjung tinggi efisiensi. Sistem manajemen ini sangat meminimalkan proses birokrasi. Sistem sekolah yang birokratis akan menghambat potensi perkembangan sekolah itu sendiri.
Dengan demikian, penulis berusaha membahas tentang Implementasi Total Quality Managemen dalam pendidikan : penyusunan perencanaan strategis mutu pendidikan (proses dan tahapan).

B.  Rumusan Masalah
Dalam hal ini penulis berusaha membatasi pembahasan sebagai berikut :
1.      Pengertian MMT (TQM)
2.      Proses perencanaan MMT (TQM) dalam pendidikan
3.      Tahapan penerapan MMT (TQM) dalam pendidikan
4.      Manfaat penerapan MMT (TQM) dalam pendidikan

C.  Pembahasan
1.      Pengertian MMT (TQM)
Manajemen Mutu Terpadu adalah manejemen fungsional dengan pendekatan yang secara terus-menerus difokuskan pada peningkatan kualitas, agar produknya sesuai dengan standar kualitas dari masyarakat yang dilayani dalam pelaksanaan tugas pelayanan umum (public service) dan pembangunan masyarakat (community development).[1]
Dalam pengertian yang lain total quality management merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi. [2]
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa total quality management merupakan suatu konsep manajemen modern yang berusaha untuk merespons secara tepat terhadap setiap perubahan yang ada, baik yang didorong oleh kekuatan eksternal maupun internal.
2.      Proses Perencanaan MMT (TQM) dalam pendidikan.
Dalam penerapan total quality management pada pendidikan ada beberapa perencanaan yang harus diperhatikan sebagai berikut :
a.      Kepemimpinan dan komitmen terhadap mutu harus datang dari atas.
Pemimpin sekolah harus menunjukkan komitmen yang kuat dan selalu memotivasi wakil kepala sekolah dan supervisor lainnya agar selalu berupaya keras dan serius.
b.      Menggembirakan pelanggan adalah tujuan TQM.
Hal ini dicapai dengan usaha yang terus-menerus untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, baik eksternal maupun internal. Kebutuhan pelanggan dapat diketahui dengan mengidentifikasi pandangan-pandangan mereka. Ada beberapa metode untuk melakukan hal tersebut dengan kuesioner atau dengan berbincang-bincang langsung dengan masyarakat.
c.      Menunjuk fasilitator mutu.
Terlepas dari posisi individualnya dalam hirarki birokrasi, fasilitator mutu harus menyampaikan perkembangan mutu langsung kepada kepala sekolah. Tanggungjawab fasilitator adalah mempublikasikan program dan memimpin kelompok pengendali mutu dalam mengembangkan program mutu.
d.      Membentuk kelompok pengendali mutu.
Kelompok ini harus merepresentasikan perhatian-perhatian kunci dan merupakan representasi dari tim manajemen senior. Perannya adalah untuk mengarahkan dan mendorong proses peningkatan mutu. Ia adalah pengembangan ide sekaligus inisiator proyek.
e.      Menunjuk koordinator mutu.
Dalam setiap inisiatif dibutuhkan orang-orang yang memiliki waktu untuk melatih dan menasehati orang-orang lain. Koordinator mutu tidak mengerjakan seluruh proyek mutu. Perannya adalah untuk membantu dan membimbing tim dalam menemukan cara baru dalam menangani dan memecahkan masalah.
f.        Mengadakan seminar manajemen senior untuk mengevaluasi program.
Manajemen senior akan sulit untuk terlibat dalam proses, kecuali jika mereka mendapatkan informasi yang cukup, baik dalam hal falsafah dan metode peningkatan mutu institusi. Sehingga tim menejemen senior harus mampu menurunkan pesan mutu ke tingkat bawah.
g.      Menganalisa dan mendiagnosis situasi yang ada.
Proses perencanaan ini tidak bisa diremehkan karena ia sangat menentukan seluruh proses mutu. Seluruh institusi perlu menjelaskan tentang di mana posisinya dan kemana arah yang hendak dituju.
h.     Menggunakan contoh-contoh yang sudah berkembang di tempat lain.
Ini bisa berupa adaptasi dari salah satu “guru” mutu, atau seorang tokoh pendidikan khusus atau mengadaptasi pola TQM yang diadopsi oleh institusi-institusi lain.
i.        Mempekerjakan konsultan eksternal.
Konsultan dapat digunakan dengan salah satu empat metode utama, pertama mereka dapat memberikan nasehat awal dan memberi petunjuk serta “merubah” tim manajemen senior. Kedua, adalah melatih. Ketiga, konsultan bisa menjadi kritikus hebat ketika mereka diajak untuk mempertanyakan kebijakan-kebijakan institusi. Keempat, konsultan bisa bermanfaat dalam menyusun audit formal, penilaian dan evaluasi.
j.         Memprakarsai pelatihan mutu bagi para staf.
Pelatihan adalah tahap implementasi awal yang sangat penting agar staf mengetahui dasar-dasar TQM, karena mereka membutuhkan pengetahuan tentang beberapa alat kunci yang mencakup tim kerja, metode evaluasi, pemecahan masalah, dan teknik membuat keputusan. Untuk memperlancar program pelatihan, seorang manajemen senior harus terlibat langsung didalamnya.
k.      Mengkomunikasikan pesan mutu.
Strategi, relevansi dan keuntungan TQM harus dikomunikasikan secara efektif. Di sana dapat terjadi banyak kesalah-pahaman tentang tujuan mutu. Program jangka panjang harus dirancang secara jelas, atau memperjelas alasan penentuan program. Pengembangan staf, pelatihan dan pembangunan tim adalah sebagian dari cara yang efektif untuk mencapai program jangka panjang tersebut.
l.        Mengukur biaya mutu.
Pengukuran biaya mutu harus dilakukan untuk menyoroti upaya peningkatan mutu dan memberikan motivasi agar institusi terus berpegang pada program yang telah ditetapkan.
m.    Mengaplikasikan alat dan teknik mutu melalui pengembangan kelompok kerja yang efektif.
Pendekatan ini memfokuskan diri pada pencapaian kesuksesan awal. Ia berfokus pada sesuatu yang harus ditingkatkan oleh institusi serta menyeleksi alat-alat yang tepat untuk menanganinya. Mengawali proses TQM dengan menangani masalah yang ada, dapat menghindarkan TQM dari kelumpuhan.
n.     Mengevaluasi program dalam interval yang teratur.
Review dan evaluasi teratur harus menjadi bagian yang integral dalam program.[3]
Dilihat dari pemaparan di atas, setiap kali akan menjalankan suatu proses TQM dalam sebuah lembaga, ada beberapa persyaratan yang harus diperhatikan, seperti :
a.      Komitmen dari manajemen puncak.
b.      Komitmen atas sumber daya yang dibutuhkan.
c.      Organization-Wide Steering Committee.
d.      Perencanaan dan publikasi.[4]
Dengan diterapkannya persyaratan dalam implementasi TQM, diharapkan bisa sesuai dengan apa yang diharapkan.

3.      Tahapan Penerapan MMT (TQM) dalam pendidikan.
Prosedur dalam mengimplementasikan TQM pada dasarnya menempuh tiga tahapan sebagai berikut :
a).    Persiapan.
Tahapan persiapan adalah aktivitas pertama dan utama yang harus dilakukan sebelum TQM dikembangkan dan dilaksanakan. Beberapa langkah yang harus dilakukan adalah : membentuk tim, melaksanakan pelatihan TQM bagi tim. Merumuskan model atau sistem yang akan dikembangkan sebagai nama implementasi TQM, membuat kebijakan berkaitan dengan komitmen anggota organisasi untuk mendukung TQM, mengkomunikasikan kepada semua anggota organisasi berkaitan dengan adanya perubahan, melakukan analisis faktor pendukung dan penghambat organisasi, dan melakukan pengukuran terhadap kepuasan pelanggan internal dan eksternal. Kesemua langkah-langkah tersebut harus dilakukan secara sistematik dan sistematis dengan dukungan penuh pimpinan dan anggotanya. Fleksibilitas dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing lembaga pendidikan. Oleh karena itu, dalam tahapan persiapan memang memerlukan kemauan, perhatian, dan komitmen yang tinggi untuk mendukung tahapan berikutnya.
b).    Pengembangan sistem.
Berdasarkan tahapan persiapan, pengembangan sistem dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : peninjauan dan pengembangan model atau sistem yang ada melalui penyusunan dokumen sistem kualitas, melakukan pelatihan dan sosialisasi prosedur dan petunjuk kerja kepada tim inti maupun tim imbas secara tuntas, dan melakukan penyiapan akhir baik sumber daya manusia maupun non manusianya secara cermat dan akurat dalam rangka memasuki tahapan implementasi sistem kualitas.
c).    Implementasi sistem.
Tahapan implementasi sistem menunjuk pada langkah-langkah sebagai berikut : melaksanakan uji joba sistem jaminan kualitas dalam lingkup tertentu berdasarkan siklus PDCA (Plan, Do, Check, and Adjust), anggota tim menginformasikan kepada pimpinan maupun steering commits berkaitan dengan uji coba sistem jaminan kualitas yang telah dilaksanakan secara rinci, tim mengumpulkan data dan informasi dari pelanggan (baik pelanggan internal maupun eksternal), melakukan tindakan koreksi dan pencegahan sesuai dengan harapan pelanggan, dan mendiskusikan/ melaksanakan rapat pimpinan dan pelaksana sistem jaminan kualitas berkaitan dengan seluruh program yang ada untuk menghasilkan atau membuat modikasi proses yang diharapkan secara terus menerus dan berkesinambungan. Kesemua tahapan tersebut harus dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan. Apabila salah satu tahapan maupun langkah bermasalah, hal tersebut akan berdampak pada tahapan maupun langkah berikutnya. Oleh karena itu, setiap ada masalah harus segera dicarikan solusi pemecahannya hingga tuntas.
Keberhasilan lembaga pendidikan sebagai organisasi dalam mencapai prestasi yang membanggakan tidaklah diperoleh dengan begitu saja, tetapi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor pendukungnya. Factor-faktor yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a).    Kehendak atau izin dari-Nya.
Allah SWT memiliki kekuasaan yang Maha Kuasa atas segala alam dan jagat raya ini, sehingga semua yang terjadi di dunia ini adalah karena kehendak-Nya. Oleh karena itu, keberhasilan organisasi harus diyakini sebagai kehendak-Nya. Organisasi tidak akan mencapai keberhasilan yang diinginkannya jika tidak karena mendapatkan izin dari-Nya.
b).    Sumber daya manusia.
Sumber daya manusia yang dimaksudkan adalah orang-orang yang terlibat atau terkait dengan penerapan sistem pada sebuah institusi. Mulai dari unsur pimpinan sampai dengan seluruh para pekerja atau bawahan. Keberhasilan lembaga pendidikan mencapai prestasi juga ditentukan oleh pemimpin dengan segala aspek kepemimpinannya.
c).    Sumber daya non manusia.
Sumber daya non manusia juga menjadi faktor penentu organisasi dalam mencapai keberhasilan dibidang kualitas. Sumber daya manusia yang dimaksudkan berupa sarana dan prasarana yang digunakan oleh sumber daya manusia yang ada dalam melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan organisasi. Melalui penggunaan sarana dan prasarana yang ada, semua aktivitas organisasi dapat ditopang secara lebih optimal.[5]

4.      Manfaat Penerapan MMT (TQM) dalam pendidikan.
Ada beberapa manfaat positif yang diperoleh jika lembaga pendidikan mampu mengimplementasikan TQM secara baik di masa mendatang. Beberapa manfaat yang dimaksudkan, antara lain :
a).    Pelaksanaan perubahan/mutasi pegawai tidak mengganggu aktivitas utama lembaga pendidikan.
b).    Keluhan dari pelanggan internal maupun eksternal dapat dieliminasi sekecil mungkin.
c).    Pemanfaatan sumber daya yang dimiliki dan ada di lembaga lebih optimal.
d).   Pelaksanaan aktivitas utama lebih efisien dan efektif.
e).    Memperoleh pengakuan dari pihak lain (dalam negeri maupun luar negeri) terhadap eksistensi lembaga pendidikan.
f).     Dapat menjadi model untuk mengembangkan lembaga pendidikan lainnya (yang belum mengimplementasikan TQM di Indonesia bahkan di asia).
g).    Hubungan antar lembaga pendidikan dengan stakeholders menjadi lebih baik.

D.  Kesimpulan
Dari pemaparan di atas dapai disimpulkan bahwa :
1.      Dalam mempersiapkan sebuah proses dalam penerapan TQM pada pendidikan terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan sesuai dengan apa yang telah di jelaskan di atas, karena hal itu merupakan persyaratan dalam mengaplikasikan manajemen dalam dunia pendidikan.
2.      Pada pemaparan tahapan implementasi TQM dalam pendidikan dapat disimpulkan bahwa setiap langkah yang diambil oleh seorang pemimpin dalam menjalankan tahapan TQM tersebut harus didukung oleh semua aspek, baik itu dari internal maupun eksternal.
Daftar Pustaka

Hadari Nawari, dalam Implementasi Manajemen Mutu Terpadu (TQM) Di Bidang Pendidikan, (Online) (http://smkn2tanjungpinang.blogspot.com/2009/07/implementasi-manajemen-mutu-terpadu-tqm.html, diakses tanggal 9 Juni 2011).
Penerapan TQM dalam Pendidikan, (Online) (http://pernikmagazine.wordpress.com/category/pendidikan/penerapan-tqm-dalam-dunia-pendidikan/, diakses tanggal 9 Juni 2011)
Edward Sallis, 2010, Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan, IRCiSod, Jogjakarta.
Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, 2003, Total Quality Managemen (TQM), ANDI OFFSET, Yogyakarta.



[1] Hadari Nawari, dalam Implementasi Manajemen Mutu Terpadu (TQM) Di Bidang Pendidikan, (Online) (http://smkn2tanjungpinang.blogspot.com/2009/07/implementasi-manajemen-mutu-terpadu-tqm.html, diakses tanggal 9 Juni 2011).
[2] Penerapan TQM dalam Pendidikan, (Online) (http://pernikmagazine.wordpress.com/category/pendidikan/penerapan-tqm-dalam-dunia-pendidikan/, diakses tanggal 9 Juni 2011)
[3] Edward Sallis, 2010, Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan, IRCiSod, Jogjakarta, hal 245 – 253.
[4] Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, 2003, Total Quality Managemen (TQM), ANDI OFFSET, Yogyakarta, 332 – 333.
[5] Penerapan TQM dalam Pendidikan, (Online) (http://pernikmagazine.wordpress.com/category/pendidikan/penerapan-tqm-dalam-dunia-pendidikan/, diakses tanggal 9 Juni 2011
TOTAL QUALITY MANAJEMEN DI SEKOLAH
A.     Penerapan Total Quality Management (TQM) di sekolah
            Inti dari TQM adalah mutu, Hasibuan (2000:221) mengatakan yang dimaksud dengan  Mutu adalah (a) disesuaikan dengan permintaan; (b) sistemnya adalah pencegahan sejak awal dikerjakan dengan benar; (c) standartnya adalah harus tidak cacat/harus tidak ada kesalahan; (d) ukurannya adalah biaya untuk mencapai kualitas. Sedangkan  TQM diartikan sebagai perpaduan semua fungsi dari perusahaan ke dalam falsafah holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas, dan kepuasan pelanggan (Ishikawa,1993). Difinisi lainnya menyatakan TQM merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi (Santosa, 1992).
            Jadi dapat disimpulkan bahwa dasar pemikiran perlunya TQM sangatlah sederhana, yakni bahwa cara terbaik agar dapat bersaing dan unggul dalam persaingan global adalah dengan menghasilkan kualitas yang terbaik. Untuk menghasilkan kualitas terbaik diperlukan upaya perbaikan yang berkesinambungan terhadap kemampuan manusia, proses dan lingkungan. Dalam hal ini TQM berusaha menciptakan suatu sistem organisasi yang dapat mengantisipasi perubahan-perubahan pada lingkungan eksternal yang mempengaruhi harapan-harapan serta kebutuhan-kebutuhan pelanggan.
            Penulis makalah terlampir mengemukakan empat prinsip utama dalam MMT yaitu (a) Kepuasan Pelanggang; (b) Respek terhadap setiap orang; (c) Manajemen berdasarkan fakta; dan (d) Perbaikan berkesinambungan. Disini saya akan mengelaborasi prinsip-prinsip tersebut diatas sebagai berikut :
1.    Kepuasan Pelanggan, dalam MMT konsep mengenai mutu dan pelanggan diperluas. Mutu tidak lagi hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasi-spesifikasi tertentu, tetapi mutu tersebut ditentukan  oleh pelanggan (internal dan eksternal). Kebutuhan pelanggan diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek, termasuk didalam harga, keamanan, dan ketepatan waktu. Oleh karena itu segala aktivitas perusahaan harus dikoordinasikan untuk memuaskan pelanggan.
2.    Respek terhadap setiap orang, pada perusahaan yang mutunya kelas dunia, setiap karyawan dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan kreativitas tersendiri yang unik. Dengan demikian karyawan adalah merupakan sumber daya organisasi yang paling berharga. Oleh karena itu setiap orang dalam organisasi diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambil keputusan.
3.    Manajemen berdasarkan fakta, perusahaan kelas dunia berorientasi pada fakta. Maksudnya bahwa setiap keputusan selalu didasarkan pada data, bukan sekedar pada perasaan saja.
4.    Perbaikan berkesinambungan, agar dapat sukses, setiap perusahaan perlu melakukan proses secara sistematis dalam melaksanakan perbaikan berkesinambungan. Konsep yang berlaku disini adalah siklus PDCA (Plan-Do-Check-Act), yang terdiri dari langkah-langkah perencanaan, pelaksanaan rencana, pemeriksaan hasil pelaksanaan rencana, dan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh.

Proses penyelenggaraan pendidikan tidak dapat dilepaskan dari profesionalisasi pengelola pendidikan dalam melaksanakan tugasnya. Pidarta (2000:286) mengatakan bahwa penyelenggara pendidikan adalah mereka yang menduduki jabatan struktural, seperti kepala sekolah, ketua jurusan, ketua, dan rektor. Pejabat struktural di kantor-kantor dalam lingkungan pendidikan juga dapat disebut penyelenggara pendidikan, walaupun hanya menangani aturan dan kebijakan, sebab kedua hal ini mempengaruhi bahkan hal-hal tertentu menentukan pelaksanaan di sekolah.
            Tanggung jawab manajer sekolah (”kepala sekolah”) dalam kebijakan mutu tidak lain adalah bagaimana mereka menetapkan dan mendokumentasikan kebijakan  untuk mutu, termasuk sasaran mutu dan janjinya terhadap mutu lulusan. Kebijakan mutu harus relevan dengan tujuan organisasi sekolah  dan harapan serta kebutuhan pelanggan (”siswa, orangtua siswa, pemakai lulusan”). Sekolah harus memastikan bahwa kebijakan mutu difahami, diterapkan dan dipelihara pada semua tingkat dalam organisasi sekolah.
            Penerapan Manajemen Mutu terpadu di sekolah tidak terlepas bagaimana upaya kepala sekolah mampu mengendalikan mutu pengelolaan sekolah tersebut secara terpadu. Pengendalian mutu terpadu merupakan suatu sistem yang paling efektif untuk mengintegrasikan usaha-usaha pengembangan kualitas, pemeliharaan kualitas, dan perbaikan kualitas dari berbagai level organisasi sehingga meningkatkan produktivitas (Hasibuan, 2000:219). Dari pernyataan tersebut tersirat bahwa seharusnyalah seorang Kepala sekolah harus dapat melaksanakan  pengendalian mutu secara terpadu agar terjadi peningkatan hasil yang lebih baik dan efektif. Pertanyaannya adalah bagaimana menjalankan pengendalian mutu tersebut, Hasibuan (2000:220) mengatakan bahwa dasar utama menjalankannya adalah mentalitas, kecakapan, dan manajemen partisipatif dengan sikap mental yang mengutamakan kualitas kerja. Mentalitas adalah kesediaan bekerja sungguh-sungguh, jujur, dan bertanggung jawab melaksanakan pekerjaannya.
            Untuk menerapkan TQM di sekolah diperlukan syarat-syarat sebagai berikut : (Hasibuan, 2000:223)
1.     Seluruh SDM (”perangkat sekolah”) yang turut serta dalam proses kegiatan (”pengelolaan sekolah”) harus mengerti dan menghayati arti TQM, mampu, bermental baik, dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap penyelesaian pekerjaannya.
2.     TQM sebagai totalitas pengendalian terhadap mutu produk (”lulusan”) secara bertahap dan merupakan rangkaian suatu proses diharuskan agar setiap kelompok kerja (”guru”) bekerja benar dalam rangkaian terpadu dari gugus kendali mutu tersebut.
3.     Seluruh mata rantai dalam subsistem harus mampu bekerja efisien dan efektif dengan didukung sikap mental positif dari setiap individu anggotanya. Sikap mental positif adalah kesediaan untuk bekerja produktif dalam spirit kerjasama yang kuat, untuk mencapai mutu kerja yang tinggi.
4.     Sarana, prasarana, dan Lingkungan kerja harus mendukung pelaksanaan TQM. Setiap individu karyawan harus mengetahui dan berpartisipasi dalam mengerjakan pekerjaan secara benar, sehingga barang/jasa (”lulusan”) yang dihasilkan bermutu tinggi.

B.     Hambatan Penerapan TQM di Sekolah
Penerapan suatu sistem manajemen selalu mengakibatkan terganggunya keseimbangan. Timbul dua pihak yang pro dan kontra, menerima TQM dan menolak TQM. Penolakan TQM dikarenakan adanya perubahan dalam manajemen. Yaitu menyangkut nilai-nilai yang sudah mapan. Jika dibandingkan nilai-nilai budaya Indonesia dengan nilai-nilai TQM akan tampak sebagai berikut: (Hasibuan, 2000:227)
Nilai-nilai Budaya Indonesia :                Nilai-Nilai TQM : 
1.      asas kekeluargaan                                       1. Kerja sama
2.      gotong royong                                            2. total partisipasi
3.      tut wuri handayani                                       3. menghargai sesama
4.      bhineka tunggal ika                         4. menghargai keunikan & kreativita

Mengapa orang enggan menerima perubahan sistem manajemen?, hal ini karena menyangkut ketidak pastian hasil, kesulitan melaksanakan, kebiasaan yang sudah ada, dan ancaman terhadap dirinya sendiri. (hasibuan, 2000:227). Sehingga dapat dikatakan bahwa cara berfikir dan bertindak yang dilakukan berulang akan menjadi kebiasaan yang sulit diubah kecuali otak kita diinstal dengan program baru (”seperti software komputer saja”).
Penelitian Usman (1996) menyimpulkan bahwa pelaksanaan Pengembangan Sekolah Seutuhnya (PSS) di SMK mengalami kegagalan karena kepala sekolahnya masih cenderung menampilkan gaya kepemimpinan otoriter, hal ini karena lemahnya kemandirian sekolah akibat pembinaan pemerintah yang masih sentralistik, Birokratik, formalistik, konformistik, uniformistik dan mekanistik. Pembinaan yang demikian ini tidak memberdayakan potensi sekolah. Akibatnya, setiap hierarki yang berada di bawah kekuasaan bersikap masa bodoh, apatis, diam supaya aman, menunggu perintah, tidak kreatif dan tidak inovatif, kurang berpartisipasi dan kurang bertanggung jawab, membuat laporan asal bapak senang dan takut mengambil resiko.
Kendala pelaksanaan program TQM datang dari bawahan dan atasan, saya membatasi kendala hanya dari atasan yaitu kepala sekolah. we can’t see a Good School without a Good Principle, kendala dari atasan (”kepala sekolah”) menurut Hasibuan (2000:225) adalah (a) atasan tidak mendukung gagasan TQM; (b) sangat sibuk, tidak ada waktu; (c) kurangnya kewenangan yang dimiliki; (d) belum memahami secara jelas pengertian TQM, dan (e) atasan menganut sentralisasi wewenang. Sedangkan hambatan dari pihak guru biasanya tergantung bagaimana gaya kepemimpinan kepala sekolah, salah satu cara menggerakkan guru dan staf lainnya untuk berpartisipasi dalam menjalankan TQM adalah prinsip motivasi. Kepala sekolah harus mampu merangsang guru termotivasi untuk mengerjakan tugasnya.
Hamzah B. Uno (2007:71) mendifinisikan motivasi kerja sebagai salah satu faktor yang turut menentukan kinerja seseorang. Besar atau kecilnya pengaruh motivasi pada kinerja seseorang tergantung pada seberapa banyak intensitas motivasi yang diberikan.  Jadi jika dikaitkan dengan motivasi kerja seorang guru dalam mengajar biasanya tercermin dalam berbagai kegiatan dan bahkan prestasi yang dicapai guru tersebut. Sedangkan motivasi kerja guru menurut Hamzah B. Uno (2007) adalah suatu proses yang dilakukan untuk menggerakkan guru agar perilaku mereka dapat diarahkan pada upaya-upaya nyata untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Jadi penulis dapat menyimpulkan bahwa untuk keberhasilan dalam penerapan TQM di sekolah kepala sekolah harus menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan sekolah secara sederhana yaitu dengan istilah ”KITA” (hanya pemikiran penulis saja), yaitu (a) Kebersamaan :ciptakan prinsip-prinsip ”kebersamaan” didalam mengelola sekolah, oleh karena itu setiap orang dalam organisasi sekolah diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambil keputusan; (b) Inovasi dan Kreativitas : hanya dengan Inovasi dan kreativitas para pengelola sekolah maka sekolah akan tampil beda dari sekolah lain; (c) Transparansi : perlu diciptakan iklim keterbukaan oleh kepala sekolah, karena hanya dengan kejujuranlah bawahan akan termotivasi untuk bekerja; dan (d) Akuntabilitas : apa yang telah dikerjakan oleh seorang pemimpin harus dipertanggung jawabkan kepada pelanggan (”manusia”) dan kepada Sang Pencipta (Tuhan Yang Maha Kuasa).

0 komentar:

Posting Komentar